Dalam setiap kesempatan pertemuan tatap muka dengan para pelaksana pengadaan
Barang / Jasa beberapa pertanyaan terkait dengan istilah Pinjam Bendera
selalu mengemuka. Dan bahkan dalam hasil pemeriksaan Auditor beberapa kali juga
menyampaikan temuan terkait dengan tema tulisan ini.
PINJAM BENDERA
merupakan istilah populer yang menggambarkan adanya praktik fiktif dalam
menggunakan / memanfaaatkan Badan Usaha yang sebenarnya tidak bonafid, namun
tetap digunakan dalam rangka memenuhi aspek administraftif dalam proses
pengadaan barang / jasa agar seolah-olah sesuai dengan norma aturan / hukum
yang ada, namun proses pengadaan barang / jasa dimaksud secara faktual
dilakukan oleh oknum dalam instansi penanggungjawab anggaran. Hal ini berbeda
dengan Sub Kontrak.
HUKUM PINJAM BENDERA
Ketika pinjam bendera menjadi temuan oleh auditor apakah
serta merta menjadi Pidana dalam proses pengadaan barang dan jasa ? untuk
menjawabnya mari kita telaah proses pengadaan dari awal sampai akhir.
Dalam pasal 1 ayat
(1) Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 menyebutkan bahwa ”Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah yang selanjutnya disebut dengan Pengadaan Barang/Jasa
adalah kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa oleh Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja
Perangkat Daerah/Institusi lainnya yang prosesnya dimulai dari perencanaan
kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa.”
Bila kita cermati ada tiga kelompok besar / bagian dalam Pengadaan barang /
jasa yaitu :
1.
Proses pemilihan
penyedia barang / jasa.
Proses Pemilihan pengadaan Barang / Jasa mengacu
dan berpedoman pada Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010 dan seluruh
perubahannya. Dalam pasal tersebut tidak pernah diatur ataupu tidak pernah
tersurat satu pasalpun yang menyatakan bahwa bila melanggar perpres dimaksud
diancam dengan hukuman penjara / pidana. Sehingga jelas sekali bila terdapat kedalahan
akibat ketidaksengajaan dalam proses Pengadaan maka hal itu tidak dapat
berakhir dalam Hukum Pidana. Proses pengadaan
barang / jasa merupakan ranah hukum Administrasi Negara. Sehingga bila
pejabat Pengadaan / ULP dengan sengaja melakukan praktik yang melanggaran
Perpres 54 dan perubahannya dengan cara melakukan penetapan pemenang pada penyedia
yang tidak sesuai atau tidak bonafide maka Pengguna Anggaran / Kuasa Pengguna Anggaran
atau pejabat yang berwenang dapat memberikan sanksi administratif sebagaimana
Undang-undang 5 Tahun 2014.
2.
Pelaksanaan
Kontrak
Pelaksanaan kontrak diatur dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata. Maka segala persoalan yang timbul terkait dengan
pelaksanaan Kontrak mengacu pada KUH Perdata dan Kontrak yang telah disepakati.
Dengan kata lain apabila ada kesalahan pada Pelaksanaan Kontrak maka kesepakatan
penyelesaian yang tetuang dalam kontrak wajib dilaksanakan oleh kedua belah
pihak dengan tetap memperhatikan bahwa Kontrak dimaksud adalah kontrak antara
Penyedia dengan Pemerintah yang dalam hal ini di wakili oleh Pejabat Pembuat Komitmen
atau Pengguna Anggaran / Kuasa Pengguna Anggaran yang artinya bahwa Kontrak
Penyedia dengan pemerintah tidak hanya sekedar kesepatakan kedua belah pihak
namun kesepakatan yang sesuai dengan aturan bagi keuangan / anggaran Negara / Daerah.
Pelaksanaan Kontrak adalah Ranah Hukum
Perdata.
Maka Pinjam Bendera dalam hal ini tidak serta merta
dapat dikatakan Tindak Pidana Korupsi.
Dimanakah Ranah Hukum Pidana / TIPIKOR ?
Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa
Pengadaan barang dan jasa (pasal 1 ayat (1) Perpres 54 / 2010) tidak terdapat
unsur Pidana.
Rumusan dan Jenis
Tindak Pidana Korupsi dalam UU TiPiKor (Alvi Syahrin)
NO
|
Jenis
Korupsi
|
Pelakunya
|
Dasar
hukum
|
1
|
Dengan melawan hukum memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu
korporasi
|
Setiap orang
|
Pasal 2
|
2
|
Menyalahgunakan kewenangan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau
suatu korporasi
|
Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara
|
Pasal 3
|
3
|
Suap: (memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri
atau penyelenggara negara, hakim, advokat)
|
Setiap orang
|
Pasal 5, 6
|
4
|
Perbuatan curang
|
Badan usaha atau perorangan
|
Pasal 7
|
5
|
Menggelapkan, memalsukan, menghilangkan, menghancurkan: uang, barang,
akta, surat, atau daftar untuk pemeriksaan administrasi
|
Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara,
perorangan, notaris
|
Pasal 8, 9, 10
|
6
|
Menerima hadiah atau janji
|
Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara,
perorangan
|
Pasal 11,12
|
7
|
Gratifikasi
|
Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara
|
Pasal 12B
|
8
|
Memberi hadiah atau janji
|
Setiap orang
|
Pasal 13
|
9
|
Tindak pidana
lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi:
|
||
a.
Mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung
terhadap penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan sidang pengadilan perkara
korupsi
|
Setiap orang
|
Pasal 21
|
|
b.
Tidak memberikan keterangan atau memberikan keterangan pada penyidikan,
penuntutan, dan pemeriksaan disidang pengadilan perkara korupsi
|
Setiap orang
|
Pasal 22
|
|
c.
Laporan palsu, merusak, atau menghancurkan barang sitaan, memaksa orang untuk
mengaku, menyuruh orang menunjukan dokumen rahasia.
|
Setiap orang,
Pegawai Negeri
|
Pasal 23
|
|
d.
Larangan menyebutkan nama dan alamat pelapor
|
Saksi
|
Pasal 24
|
Pinjam Bendera Pidana bila memenuhi Unsur-Unsur
Tipikor sebagaimana tabel diatas.
Kesimpulan
:
Pinjam Bendera Melangar Perpres 54 Tahun 2010 dan
Perubahannya serta KUH Perdata (Hukum Administrasi Negara (HAN) dan Perdata) itu
pasti. Tapi Melanggar UU 31
Tahun 1999 dan perubahannya tentang Tindak Pidana
Korupsi perlu di buktikan terlebih dahulu niat jahatnya.
SEMOGA
BERMANFAAT.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar