Kamis, 09 November 2017

PEMBERIAN UANG MUKA


Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara menyebutkan bahwa “Pembayaran atas beban APBN/APBD tidak boleh dilakukan sebelum barang dan/atau jasa diterima”. Pasal tersebut dapat dimaknai bahwa setiap pembayaran haruslah ada dan sesuai dengan prestasi pekerjaan yang diterima oleh negara / daerah.
Namun adakalanya terdapat anomali dalam sistem keuangan negara, yang artinya ada barang / Jasa tertentu yang secara teknis dilakukan pembayaran sebelum adanya prestasi pekerjaan yang diterima oleh negara, misalnya :
1.    Pemberian Uang Muka kepada Penyedia Barang/Jasa dengan pemberian Jaminan Uang Muka;
2.     Pengadaan Barang/Jasa yang karena sifatnya dapat dilakukan pembayaran terlebih dahulu, sebelum Barang/Jasa diterima setelah Penyedia Barang/Jasa menyampaikan jaminan atas pembayaran yang akan dilakukan (Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembayaran dan bentuk jaminan diatur oleh Menteri Keuangan) ;
3.     Pembayaran peralatan dan/atau bahan yang menjadi bagian dari hasil pekerjaan yang akan diserahterimakan, namun belum terpasang;

Tulisan kali ini hanya terbatas pada uang muka.

uang muka dalam peraturan presiden nomor 54 tahun 2010 diatur pada pasal 88 dimana pada ayat 1 disebutkan bahwa :

Uang Muka dapat diberikan kepada Penyedia Barang/Jasa untuk :
a.   mobilisasi alat dan tenaga kerja ;
b.   pembayaran uang tanda jadi kepada pemasok barang/material; dan/atau
c.   persiapan teknis lain yang diperlukan bagi pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa.

Dalam ayat ini ada dua hal yang perlu kita cermati yaitu frasa “dapat” dan peruntukan dari uang muka.

Frasa “dapat” menunjukkan bahwa sebenarnya uang muka tidak wajib diberikan kepada penyedia barang / jasa. Ia hanyalah sebuah pilihan yang dapat digunakan oleh Pejabat Pembuat Komitmen. Ia bukanlah HAK dari penyedia.
Keputusan seorang PPK untuk memberikan atau tidak memberikan uang muka harus sudah tercantum diawal dokumen pengadaan barang / jasa.
Tidak dapat seorang Pejabat Pembuat Komitmen melakukan perubahan Kontrak (adendum/amandemen kontrak) untuk memberikan Uang Muka bila dalam dokumen pengadaan / dokumen pelelangan tidak disebutkan adanya pemberian uang muka.

Bila penyedia barang / jasa meminta uang muka (PPK hanya dapat memberikan uang muka bila penyedia memintanya) maka PPK wajib mencermati permohonan (proposal/rencana penggunaan) yang disampaikan oleh penyedia barang / jasa. Uang muka hanya bisa digunakan untuk persiapan pekerjaan bukan untuk melaksanakan pekerjaan yaitu :

a.   mobilisasi alat dan tenaga kerja;
b.   pembayaran uang tanda jadi kepada pemasok barang/material; dan/atau
c.   persiapan teknis lain yang diperlukan bagi pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa.

Besaran uang muka :
1.     Nilai maksimal untuk usaha non-kecil sebesar 20% dari nilai kontrak
2.     Nilai maksimal untuk usaha kecil sebesar 30% dari nilai kontrak
3.     Nilai Maksimal untuk pekerjaan jasa konsultansi  20% dari nilai kontrak
4.     Untuk kontrak tahun jamak:
Nilai maksimal 20% dari nilai kontrak tahun pertama Nilai maksimal 15% dari total nilai kontrak.

Pembayaran / pencairan uang muka dapat dilakukan setelah penyedia barang / jasa menyerahkan JAMINAN UANG MUKA sebesar uang muka yang diminta oleh penyedia barang / jasa.

Jaminan uang muka dapat berasal dari Asuransi yang memiliki program SURETY BOND atau jaminan Pengadaan Barang / Jasa yang dikeluar oleh Kementrian Keuangan. Atau dapat juga Jaminan yang dikeluarkan oleh BANK UMUM baik bank Negeri mauapun bank swasta (kecuali BPR).

Pengembalian uang muka diperhitungkan secara proporsional pada setiap tahapan pembayaran.




Rabu, 08 November 2017

ASPEK HUKUM PENGADAAN BARANG / JASA PEMERINTAH


Ada 4 Aspek Hukum Pengadaan Barang / Jasa sebagaimana yang tertuang dalam Perpres 54 Tahun 2010 dan Perubahannya :

1.    Hukum Tata Usaha Negara
2.    Hukum Perdata
3.    Hukum Pidana
4.    Hukum Persaingan Usaha

Selama ini dalam setiap pelatihan ataupun sosialisasi tentang pengadaan barang / jasa selalu diberikan pemahaman terkait aspek hukum pengadaan barang dan jasa yaitu sejak persiapan pengadaan B/J sampai dengan di penunjukan pemenang (SPPBJ) merupakan ranah hukum Administrasi atau Ranah Humku Tata Usaha Negara (TUN), sedangkan Penandatanganan Kontrak sampai dengan Selesainya Kontrak merupakan Perdata karena di atur dalam KUH Perdata.

PERSIAPAN PENGADAAN B/J
SPPBJ
TANDA TANGAN KONTRAK
KONTRAK BERAKHIR


HUKUM ADMINISTRASI NEGARA (HAN)/TUN



HUKUM PERDATA





HUKUM PIDANA
HUKUM PERSAINGAN USAHA


HUKUM ADMINISTRASI NEGARA (HAN)
  1. Mengatur  hubungan hukum antara negara (organisasi pengadaan barang / jasa sebagaimana dalam Perpres 54 tahun 2010 dan perubahannya) dengan masyarakat (penyedia barang/jasa);
  2. Hubungan hukum antara organisasi Pengadaan dengan penyedia barang/jasa yang terjadi pada proses persiapan pengadaan s/d Penunjukkan (SPPBJ) penyedia adalah merupakan hubungan hukum yang diatur oleh HAN;
  3. Semua Keputusan organisasi pengadaan barang/jasa dalam proses ini merupakan keputusan pejabat negara sehingga kalau tidak puas/tidak terima maka penyedia barang/jasa dapat menuntut dengan atau tanpa ganti rugi ke PTUN;

HUKUM PERDATA
  1. Mengatur hubungan hukum privaat (pribadi) masyarakat (penyedia barang / jasa) dengan masyarakat lain atau negara (organisasi Pengadaan Barang / Jasa) sebagai badan hukum publik dengan masyarakat;
  2. Hubungan  hukum antara Organisasi PBJ dengan penyedia barang/jasa yang terjadi pada proses penandatangan kontrak s/d berakhirnya kontrak merupakan  hubungan hukum privaat yang diatur oleh Hukum Perdata;
  3. Semua  sengketa yang terjadi dalam hubungan hukum privaat diselesaikan melalui jalur Pengadilan atau non Pengadilan (Musyawarah, Mediasi, Konsiliasi dan Arbitrase);

HUKUM PIDANA
  1. Mengatur Apabila terjadi tindak pidana  dalam proses pengadaan barang/jasa instansi pemerintah maka negara dapat menuntut untuk diadili di peradilan umum;
  2. Hukum pidana bersifat publik : walaupun pihak korban tidak menuntut, negara tetap berhak untuk menghukum orang yang melakukan perbuatan pidana tersebut;
  3.  Tuntutan pidana masih tetap berlaku meskipun para pihak telah membuat perjanjian untuk tidak saling menuntut atas perbuatan pidana yang dilakukannya dalam proses pengadaan.
  4. Pengembalian barang / uang / jasa sebagai akibat dari perbuatan tindak pidana korupsi tidak serta merta menghapus hukum pidana.
  5. Keputusan Bebas tidak menghapus kewajiban untuk mengembalikan kerugian negara.

HUKUM PERSAINGAN USAHA
  1. Pelarangan untuk bersekongkol dalam proses Pengadaan Barang / jasa. Bersekongkol adalah kerjasama yang dilakukan oleh pelaku usaha dengan pihak lain atas inisiatif siapapun dan dengan cara apapun dalam upaya memenangkan peserta tender tertentu.
  2. Unsur bersekongkol antara lain :
ü  Kerjasama antara dua pihak atau lebih;
ü  Secara terang-terangan maupun diam-diam melakukan tindakan penyesuaian dokumen dengan peserta lainnya;
ü  Membandingkan dokumen tender sebelum penyerahan;
ü  Menciptakan persaingan semu;
ü  Menyetujui dan atau memfasilitasi terjadinya persekongkolan
ü  Tidak menolak melakukan suatu tindakan meskipun mengetahui maupun sepatutnya mengetahui bahwa tindakan tersebut dilakuka untuk mengatur dalam rangka memenangkan peserta tender tertentu;
ü  Pemberian kesempatan ekslusif oleh penyelenggara tender atau pihak terkait secara langsung maupun tidak langsung kepada pelaku usaha yang mengikuti tender, dengan cara melawan hukum.
  1. Terdapat tiga jenis persekongkolan yaitu persekongkolan horizontal (antar pelaku usaha), persekongkolan vertikal (antara penyedia dengan organisasi Pengadaan barang / jasa) dan persekongkolan gabungan horisontal dan vertikal.

PERUBAHAN
Namun ternyata pendapat tersebut (persiapan sampai dengan SPPBJ adalah HAN) selama ini dianggap salah alias keliru. Hal ini disampaikan direktur Penanganan Permasalahan Hukum LKPP Bpk. SETYA BUDI ARIJANTA yang didasarkan pada beberapa keputusan Mahkamah Agung yaitu :

Keputusan Mahkamah Agung Nomor 111K/TUN/2008 tanggal 9 Juli 2008 tentang Sanggahan Banding dan Pembatalan Lelang;
Keputusan Mahkamah Agung Nomor 189K/TUN/2008 tanggal 24 September 2008 tentang Pengumuman dan Penetapan Lelang;
Keputusan Mahkamah Agung Nomor 296K/TUN/2008 tanggal 13 Desember 2008 tentang Pengumuman dan Penetapan Lelang;
Keputusan Mahkamah Agung Nomor 448K/TUN/2008 tanggal 22 September 2008 tentang Pengumuman dan Penetapan Lelang;

Dalam gugatan gugatan TUN mengenai proses pengadaan Barang / jasa selama ini memang dimaksudkan untuk mengakhiri atau melahirkan hak-hak keperdataan. Pada prakteknya peserta yang kalah menggungat keputusan ULP / Pokja/Panitia pelelangan / pelaksana kontrak karena bermaksud mengakhiri hubungan keperdataan (kontrak) dan ingin memenangkan dirinya.
Maka Dengan adanya keputusan-keputusan mahkamah agung tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa proses persiapan pelelangan sampai dengan penunjukkan pemenang (SPPBJ) yang merupakan proses awal dalam menentukan dan melaksanakan kontrak sehingga proses tersebut telah diangap melebur dalam hukum yang mengatur tentang kontrak yaitu hukum perdata.

PERSIAPAN PENGADAAN B/J
SPPBJ
TANDA TANGAN KONTRAK
KONTRAK BERAKHIR

HUKUM PERDATA
HUKUM PIDANA
HUKUM PERSAINGAN USAHA


SEMOGA BERMANFAAT.
SUMBER :
1.      MATERI PELATIHAN HUKUM PBJ OLEH LKPP (DISESUAIKAN);
2.      MATERI PELATIHAN HUKUM KONTRAK OLEH LKPP (DISESUAIKAN);

3.      INTERNET;

Senin, 01 Mei 2017

HUKUM PINJAM BENDERA



Dalam setiap kesempatan pertemuan  tatap muka dengan para pelaksana pengadaan Barang / Jasa beberapa pertanyaan terkait dengan istilah Pinjam Bendera selalu mengemuka. Dan bahkan dalam hasil pemeriksaan Auditor beberapa kali juga menyampaikan temuan terkait dengan tema tulisan ini.
PINJAM BENDERA  merupakan istilah populer yang menggambarkan adanya praktik fiktif dalam menggunakan / memanfaaatkan Badan Usaha yang sebenarnya tidak bonafid, namun tetap digunakan dalam rangka memenuhi aspek administraftif dalam proses pengadaan barang / jasa agar seolah-olah sesuai dengan norma aturan / hukum yang ada, namun proses pengadaan barang / jasa dimaksud secara faktual dilakukan oleh oknum dalam instansi penanggungjawab anggaran. Hal ini berbeda dengan Sub Kontrak.
HUKUM PINJAM BENDERA
Ketika pinjam bendera menjadi temuan oleh auditor apakah serta merta menjadi Pidana dalam proses pengadaan barang dan jasa ? untuk menjawabnya mari kita telaah proses pengadaan dari awal sampai akhir.
Dalam pasal 1 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 menyebutkan bahwa ”Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang selanjutnya disebut dengan Pengadaan Barang/Jasa adalah kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa oleh Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi lainnya yang prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa.” Bila kita cermati ada tiga kelompok besar / bagian dalam Pengadaan barang / jasa yaitu :
1.    Proses pemilihan penyedia barang / jasa.
Proses Pemilihan pengadaan Barang / Jasa mengacu dan berpedoman pada Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010 dan seluruh perubahannya. Dalam pasal tersebut tidak pernah diatur ataupu tidak pernah tersurat satu pasalpun yang menyatakan bahwa bila melanggar perpres dimaksud diancam dengan hukuman penjara / pidana. Sehingga jelas sekali bila terdapat kedalahan akibat ketidaksengajaan dalam proses Pengadaan maka hal itu tidak dapat berakhir dalam Hukum Pidana. Proses pengadaan barang / jasa merupakan ranah hukum Administrasi Negara. Sehingga bila pejabat Pengadaan / ULP dengan sengaja melakukan praktik yang melanggaran Perpres 54 dan perubahannya dengan cara melakukan penetapan pemenang pada penyedia yang tidak sesuai atau tidak bonafide maka Pengguna Anggaran / Kuasa Pengguna Anggaran atau pejabat yang berwenang dapat memberikan sanksi administratif sebagaimana Undang-undang 5 Tahun 2014.
2.    Pelaksanaan Kontrak
Pelaksanaan kontrak diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Maka segala persoalan yang timbul terkait dengan pelaksanaan Kontrak mengacu pada KUH Perdata dan Kontrak yang telah disepakati. Dengan kata lain apabila ada kesalahan pada Pelaksanaan Kontrak maka kesepakatan penyelesaian yang tetuang dalam kontrak wajib dilaksanakan oleh kedua belah pihak dengan tetap memperhatikan bahwa Kontrak dimaksud adalah kontrak antara Penyedia dengan Pemerintah yang dalam hal ini di wakili oleh Pejabat Pembuat Komitmen atau Pengguna Anggaran / Kuasa Pengguna Anggaran yang artinya bahwa Kontrak Penyedia dengan pemerintah tidak hanya sekedar kesepatakan kedua belah pihak namun kesepakatan yang sesuai dengan aturan bagi keuangan / anggaran Negara / Daerah. Pelaksanaan Kontrak adalah Ranah Hukum Perdata.
Maka Pinjam Bendera dalam hal ini tidak serta merta dapat dikatakan Tindak Pidana Korupsi.

Dimanakah Ranah Hukum Pidana / TIPIKOR ?
Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa Pengadaan barang dan jasa (pasal 1 ayat (1) Perpres 54 / 2010) tidak terdapat unsur Pidana.

Rumusan dan Jenis Tindak Pidana Korupsi dalam UU TiPiKor (Alvi Syahrin)

NO
Jenis Korupsi
Pelakunya
Dasar hukum
1
Dengan melawan hukum memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi
Setiap orang
Pasal 2
2
Menyalahgunakan kewenangan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi
Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara
Pasal 3
3
Suap: (memberi  atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara, hakim, advokat)
 Setiap orang
Pasal 5, 6
4
Perbuatan curang
Badan usaha atau perorangan
Pasal 7
5
Menggelapkan, memalsukan, menghilangkan, menghancurkan: uang, barang, akta, surat, atau daftar untuk pemeriksaan administrasi
Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara, perorangan, notaris
Pasal 8, 9, 10
6
Menerima hadiah atau janji
Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara, perorangan
Pasal 11,12
7
Gratifikasi
Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara
Pasal 12B
8
Memberi hadiah atau janji
Setiap orang
Pasal 13
9
Tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi:



a.    Mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung terhadap penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan sidang pengadilan perkara korupsi
Setiap orang
Pasal 21

b.    Tidak memberikan keterangan atau memberikan keterangan pada penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan disidang pengadilan perkara korupsi
Setiap orang
Pasal 22

c.    Laporan palsu, merusak, atau menghancurkan barang sitaan, memaksa orang untuk mengaku, menyuruh orang menunjukan dokumen rahasia.
Setiap orang, Pegawai Negeri
Pasal 23

d.   Larangan menyebutkan nama dan alamat pelapor
Saksi
Pasal 24

Pinjam Bendera Pidana bila memenuhi Unsur-Unsur Tipikor sebagaimana tabel diatas.

Kesimpulan :
Pinjam Bendera Melangar Perpres 54 Tahun 2010 dan Perubahannya serta KUH Perdata (Hukum Administrasi Negara (HAN) dan Perdata) itu pasti. Tapi Melanggar UU 31 Tahun 1999 dan perubahannya tentang Tindak Pidana Korupsi perlu di buktikan terlebih dahulu niat jahatnya.

SEMOGA BERMANFAAT.