Selasa, 03 September 2013

Rapat Penjelasan, rapat penyamaan persepsi



Banyak artikel dan topik-topik diskusi yang membahas persoalan yang timbul dalam Rapat Pemberian Penjelasan Dokumen Pengadaan atau dulu pernah tenar dengan istilah “Aanwijzing” .
Pemberian Penjelasan dimaksudkan untuk menyamakan persepsi terhadap Dokumen Pengadaan antara penyedia dan Kelompok Kerja ULP / Pejabat Pegadaan. Pasal 77 ayat 1 Perpres 70 “Untuk memperjelas Dokumen Pengadaan Barang/Jasa, ULP/Pejabat pengadaan mengadakan pemberian penjelasan.”

Sering kali terjadi perdebatan antara penyedia dan Pokja ULP mengenai maksud dan tujuan diadakan rapat  pemberian penjelasan. Dari sisi pokja ULP beranggapan bahwa rapat penjelasan adalah ajang untuk beradu argumen dengan para peserta pelelangan. Sedangkan para penyedia barang / jasa menggunakan kesempatan dalam acara penjelasan ini sebagai ajang untuk memperjuangkan kepentingannya agar mudah dalam memenangkan pelelangan tersebut.

Sebenarnya pemberian penjelasan dimaksudkan untuk menyamakan pengertian dan persepsi terhadap Dokumen pengadaan antara penyedia dan pokja ULP, sehingga seluruh proses tahapan pelelangan yang akan dan sedang dilalui dapat dipahami oleh kedua belah pihak (Pokja ULP dan Penyedia), yang berakibat pada saling percaya karena seluruh tingkah laku dan perlakuan penyedia dan Pokja ULP berdasarkan aturan yang telah sama – sama dipahami.

Ketika dalam dokumen terdapat hal-hal yang tidak sesuai dengan aruran pengadaan, sementara dokumen tersebut telah di bagikan kepada penyedia, maka Acara Penjelasan ini dapat difungsikan sebagai ajang koreksi (Dikoreksi dan mengkoreksi) dokumen pengadaan yang kemudian wajib dituangkan dalam Adendum Dokumen Pengadaan agar menjadi ketentuan yang mengikat.

Bagaimana bila Pokja ULP menolak koreksi dari penyedia terhadap kesalahan yang terjadi pada dokumen pengadaan ?  banyak pihak yang akan  serta merta menyalahkan pokja ULP. Padahal tidak semua yang ada dalam dokumen pengadaan dapat langsung di ubah/diganti oleh pokja ULP. Sebab bila kesalahan terdapat pada hal – hal yang disusun dan ditetapkan oleh PPK maka Pokja ULP wajib mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari PPK untuk mengubah / mengganti usulan koreksi tersebut. Dan satu hal yang harus dipahami, diterima atau ditolaknya suatu usulan koreksi menjadi hak sepenuhnya pokja ULP, namun tentu dengan menjunjung tinggi etika pengadaan profesional dan bertanggungjawab. Penyedia juga memiliki hak untuk menerima atau menolak keputusan Pokja ULP dengan menyampaikan sanggahan, sanggahan banding atau pengaduan kepada APIP dan / atau LKPP.

Persoala lain yang juga sering terjadi adalah ketika penyedia yang mengetahui bahwa dokumen menyalahi ketentuan yang ada dalam perpres 54 dan perubahannya tetapi tidak menyampaikan kepada pokja pada saat Pemberian penjelasan dan parahnya penyedia menyampaikan sanggahan terkait kesalahan tersebut (biasanya sanggah ini dilakukan ketika yang bersangkutan tidak menjadi pemenang) !!!

Pokja ULP harus benar-benar menyiapkan dokumen secara baik untuk menghindari hal ini terjadi, meningkatkan profesionalisme SDM yang ada dan menggunakan Standart dokumen pengadaan yang telah ditetapkan oleh LKPP merupakan salah satu solusi untuk mengurangi kesalahan dalam penyusunan dokumen pengadaan.
Kembali pada persoalan, Kelompok Kerja ULP wajib menerima sanggahan dan menggagalkan proses pelelangan untuk kemudian melakukan perbaikan pada dokumen pengadaan.

Sebenarnya Tanggung jawab terhadap pelaksanaan pelelangan yang kredibel tidak hanya ada pada Pokja ULP saja, tetapi penyedia barang / Jasa juga memiliki tanggungjawab untuk melaksanakan proses pelelangan secara bersih dan transparan, sebab tindakan yang merugikan proses pelelangan tidak hanya dapat dilakukan oleh Pokja ULP saja, penyedia pun dapat dengan mudah melakukannya.

Tindakan penyedia yang tidak menyampaikan tersebut dapat dikatakan tidak FAIR, sebab mengetahui sesuatu yang salah namun menyimpannya untuk digunakan sebagai senjata demi keuntungan pribadi. Hal ini sama saja dengan memberikan kesempatan Pihak lain untuk berbuat jahat, sebab penyedia telah mengetahuinya dengan membaca Dokumen.
Sebagai bahan perenungan dan sebagai bahan diskusi ada baiknya kita membaca dan mencermati pasal 56 KUHP sebagai berikut :

Pasal 56
Dipidana sebagai pembantu kejahatan:
1. Mereka yang sengaja memberi bantuan pada waktu kejahatan dilakukan;
2. Mereka yang sengaja memberi kesempatan, sarana atau keterangan untuk melakukan kejahatan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar