Banyak artikel dan topik-topik diskusi yang membahas
persoalan yang timbul dalam Rapat Pemberian Penjelasan Dokumen Pengadaan atau
dulu pernah tenar dengan istilah “Aanwijzing”
.
Pemberian
Penjelasan dimaksudkan untuk menyamakan persepsi terhadap Dokumen Pengadaan
antara penyedia dan Kelompok Kerja ULP / Pejabat Pegadaan. Pasal 77 ayat 1
Perpres 70 “Untuk memperjelas Dokumen
Pengadaan Barang/Jasa, ULP/Pejabat pengadaan mengadakan pemberian penjelasan.”
Sering
kali terjadi perdebatan antara penyedia dan Pokja ULP mengenai maksud dan
tujuan diadakan rapat pemberian
penjelasan. Dari sisi pokja ULP beranggapan bahwa rapat penjelasan
adalah ajang untuk beradu argumen dengan para peserta pelelangan. Sedangkan para
penyedia barang / jasa menggunakan kesempatan dalam acara penjelasan ini
sebagai ajang untuk memperjuangkan kepentingannya agar mudah dalam memenangkan
pelelangan tersebut.
Sebenarnya
pemberian penjelasan dimaksudkan untuk menyamakan pengertian dan persepsi
terhadap Dokumen pengadaan antara penyedia dan pokja ULP, sehingga seluruh
proses tahapan pelelangan yang akan dan sedang dilalui dapat dipahami oleh
kedua belah pihak (Pokja ULP dan Penyedia), yang berakibat pada saling percaya karena
seluruh tingkah laku dan perlakuan penyedia dan Pokja ULP berdasarkan aturan yang
telah sama – sama dipahami.
Ketika
dalam dokumen terdapat hal-hal yang tidak sesuai dengan aruran pengadaan, sementara
dokumen tersebut telah di bagikan kepada penyedia, maka Acara Penjelasan ini
dapat difungsikan sebagai ajang koreksi (Dikoreksi dan mengkoreksi) dokumen
pengadaan yang kemudian wajib dituangkan dalam Adendum Dokumen Pengadaan agar
menjadi ketentuan yang mengikat.
Bagaimana
bila Pokja ULP menolak koreksi dari penyedia terhadap kesalahan yang terjadi pada
dokumen pengadaan ? banyak pihak yang akan
serta merta menyalahkan pokja ULP. Padahal
tidak semua yang ada dalam dokumen pengadaan dapat langsung di ubah/diganti
oleh pokja ULP. Sebab bila kesalahan terdapat pada hal – hal yang disusun dan
ditetapkan oleh PPK maka Pokja ULP wajib mendapatkan persetujuan terlebih dahulu
dari PPK untuk mengubah / mengganti usulan koreksi tersebut. Dan satu hal yang
harus dipahami, diterima atau ditolaknya suatu usulan koreksi menjadi hak
sepenuhnya pokja ULP, namun tentu dengan menjunjung tinggi etika pengadaan profesional
dan bertanggungjawab. Penyedia juga memiliki hak untuk menerima atau menolak
keputusan Pokja ULP dengan menyampaikan sanggahan, sanggahan banding atau
pengaduan kepada APIP dan / atau LKPP.
Persoala
lain yang juga sering terjadi adalah ketika penyedia yang mengetahui bahwa dokumen menyalahi
ketentuan yang ada dalam perpres 54 dan perubahannya tetapi tidak menyampaikan
kepada pokja pada saat Pemberian penjelasan dan parahnya penyedia menyampaikan
sanggahan terkait kesalahan tersebut (biasanya sanggah ini dilakukan ketika
yang bersangkutan tidak menjadi pemenang) !!!
Pokja
ULP harus benar-benar menyiapkan dokumen secara baik untuk menghindari hal ini
terjadi, meningkatkan profesionalisme SDM yang ada dan menggunakan Standart dokumen
pengadaan yang telah ditetapkan oleh LKPP merupakan salah satu solusi untuk mengurangi
kesalahan dalam penyusunan dokumen pengadaan.
Kembali
pada persoalan, Kelompok Kerja ULP wajib menerima sanggahan dan menggagalkan
proses pelelangan untuk kemudian melakukan perbaikan pada dokumen pengadaan.
Sebenarnya Tanggung
jawab terhadap pelaksanaan pelelangan yang kredibel tidak hanya ada pada Pokja
ULP saja, tetapi penyedia barang / Jasa juga memiliki tanggungjawab untuk
melaksanakan proses pelelangan secara bersih dan transparan, sebab tindakan yang
merugikan proses pelelangan tidak hanya dapat dilakukan oleh Pokja ULP saja, penyedia pun dapat
dengan mudah melakukannya.
Tindakan
penyedia yang tidak menyampaikan tersebut dapat dikatakan tidak FAIR,
sebab mengetahui sesuatu yang salah namun menyimpannya untuk digunakan sebagai
senjata demi keuntungan pribadi. Hal ini
sama saja dengan memberikan kesempatan Pihak lain untuk berbuat jahat, sebab
penyedia telah mengetahuinya dengan membaca Dokumen.
Sebagai bahan perenungan dan sebagai bahan diskusi ada baiknya kita membaca dan
mencermati pasal 56 KUHP sebagai berikut :
Pasal 56
Dipidana
sebagai pembantu kejahatan:
1. Mereka
yang sengaja memberi bantuan pada waktu kejahatan dilakukan;
2.
Mereka yang sengaja memberi
kesempatan, sarana atau keterangan untuk melakukan kejahatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar