Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara menyebutkan bahwa “Pembayaran
atas beban APBN/APBD tidak boleh dilakukan sebelum barang dan/atau jasa
diterima”. Pasal tersebut dapat dimaknai bahwa setiap pembayaran haruslah
ada dan sesuai dengan prestasi pekerjaan yang diterima oleh negara / daerah.
Namun adakalanya terdapat anomali dalam sistem keuangan
negara, yang artinya ada barang / Jasa tertentu yang secara teknis dilakukan
pembayaran sebelum adanya prestasi pekerjaan yang diterima oleh negara,
misalnya :
1. Pemberian Uang Muka kepada Penyedia Barang/Jasa dengan pemberian Jaminan
Uang Muka;
2.
Pengadaan Barang/Jasa yang karena sifatnya dapat dilakukan pembayaran
terlebih dahulu, sebelum Barang/Jasa diterima setelah Penyedia Barang/Jasa
menyampaikan jaminan atas pembayaran yang akan dilakukan (Ketentuan lebih
lanjut mengenai tata cara pembayaran dan bentuk jaminan diatur oleh Menteri
Keuangan) ;
3.
Pembayaran peralatan dan/atau bahan yang menjadi bagian dari hasil
pekerjaan yang akan diserahterimakan, namun belum terpasang;
Tulisan kali ini
hanya terbatas pada uang muka.
uang
muka dalam peraturan presiden nomor 54 tahun 2010 diatur pada pasal 88 dimana
pada ayat 1 disebutkan bahwa :
Uang Muka dapat diberikan kepada Penyedia Barang/Jasa untuk :
a. mobilisasi alat dan
tenaga kerja ;
b. pembayaran uang tanda
jadi kepada pemasok barang/material; dan/atau
c. persiapan teknis lain
yang diperlukan bagi pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa.
Dalam ayat
ini ada dua hal yang perlu kita cermati yaitu frasa “dapat” dan peruntukan dari
uang muka.
Frasa
“dapat”
menunjukkan bahwa sebenarnya uang muka tidak wajib diberikan kepada penyedia
barang / jasa. Ia hanyalah sebuah pilihan yang dapat digunakan oleh Pejabat
Pembuat Komitmen. Ia bukanlah HAK dari penyedia.
Keputusan
seorang PPK untuk memberikan atau tidak memberikan uang muka harus sudah
tercantum diawal dokumen pengadaan barang / jasa.
Tidak
dapat seorang Pejabat Pembuat Komitmen melakukan perubahan Kontrak
(adendum/amandemen kontrak) untuk memberikan Uang Muka bila dalam dokumen
pengadaan / dokumen pelelangan tidak disebutkan adanya pemberian uang muka.
Bila
penyedia barang / jasa meminta uang muka (PPK hanya dapat memberikan uang muka
bila penyedia memintanya) maka PPK wajib mencermati permohonan
(proposal/rencana penggunaan) yang disampaikan oleh penyedia barang / jasa.
Uang muka hanya bisa digunakan untuk persiapan pekerjaan bukan untuk
melaksanakan pekerjaan yaitu :
a. mobilisasi alat dan tenaga kerja;
b. pembayaran uang tanda jadi kepada pemasok
barang/material; dan/atau
c. persiapan teknis lain yang diperlukan bagi
pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa.
Besaran uang muka :
1.
Nilai maksimal untuk usaha non-kecil sebesar 20% dari nilai kontrak
2.
Nilai maksimal untuk usaha kecil sebesar 30% dari nilai kontrak
3.
Nilai Maksimal untuk pekerjaan jasa konsultansi 20% dari nilai kontrak
4.
Untuk kontrak
tahun jamak:
Nilai maksimal 20% dari nilai kontrak tahun pertama Nilai maksimal 15% dari total nilai kontrak.
Pembayaran / pencairan uang muka dapat dilakukan
setelah penyedia barang / jasa menyerahkan JAMINAN UANG MUKA sebesar uang muka
yang diminta oleh penyedia barang / jasa.
Jaminan uang muka dapat berasal dari Asuransi yang
memiliki program SURETY BOND atau jaminan Pengadaan Barang / Jasa yang dikeluar
oleh Kementrian Keuangan. Atau dapat juga Jaminan yang dikeluarkan oleh BANK
UMUM baik bank Negeri mauapun bank swasta (kecuali BPR).
Pengembalian uang muka diperhitungkan secara proporsional pada setiap tahapan pembayaran.