Diminta
untuk menulis tentang penyelesaian Kontrak, disela-sela waktu mengajar perlu disempatkan maka hasilnya dibawah ini. Semoga bermanfaat dan selamat membaca.
Perselisihan dalam berkontrak
hampir sama dengan penyelesaian kontrak itu sendiri yang artinya hampir selalu
saja terjadi. Sehingga antisipasi penyelesaian bila terjadi perselisihan harus
dilakukan secara cermat. Pejabat Penandatangan Kontrak harus mampu
menyelesaikan baik secara Internal maupun eksternal.
Pembahasan tulisan hanya di
fokuskan pada Penyelesaian secara eksternal.
Dalam Penyelesaian Sengketa
Kontrak selalu ada pilihan-pilihan dalam menyelesaikannya. Namun sayangnya
masih banyak rancangan-rancangan kontrak yang digunakan atau ditetapkan oleh Pejabat
Penandatanganan Kontrak masih multi pilihan (draft Kontrak yang ada langsung
digunakan tanpa di lakukan penyesuaian).
Secara garis besar pilihan
penyelesaian Sengketa Kontrak (eksternal PPK) ada 2 yaitu penyelesaian melalui
jalur Litigasi atau jalur non Litigasi.
Penyelesaian sengketa melalui
jalur Litigasi adalah penyelesaian melalui jalur Pengadilan baik Pengadilan Tata
Usaha Negara (PTUN) maupun Pengadilan Umum.
Banyak pejabat penanda Tangana
Kontrak atau PPK yang yang merasa nyaman dalam memilih jalur litigasi karena
hasil keputusan pengadilan dianggap lebih dipatuhi oleh aparat Pemerintah,
terlebih bila ada keputusan terkait pembayaran, baik itu ganti rugi ataupun
keharusan membayar oleh Instansi pemerintah, maka para pihak terutama Bendahara
atau Pengguna Anggaran atau Kuasa Pengguna Anggaran biasanya dengan cepat
menanggapi dan melaksanakan hasil putusan tersebut. PPK tidak memiliki beban
yang harus ditanggung secara pribadi bilamana keputusan yang diakibatkan oleh
kewenangan jabatan. Keputusan peradilan umum akan ditanggung sepenuhnya oleh
negara. Bahkan (seharusnya) biaya-biaya pemberian batuan hukum, keterangan ahli
sepenuhnya ditanggung oleh negara.
Namun demikian dari sisi waktu,
Jalur litigasi merupakan proses yang panjang dan berbelit serta merupakan pemborosan
waktu. Sebab keputusan pengadilan tingkat pertama masih dapat bersifat
sementara karena para pihak masih dapat mengajukan upaya-upaya hukum
sebagaimana hirarki proses hukum di Indonesia yaitu banding, kasasi dan bahkan peninjauan
kembali. Hal ini menyebabkan berkurangnya kepastian penyelesaian hukum, banyak
pekerjaan yang seharusnya cepat diselesaikan menjadi terbengkalai karena
menunggu upaya-upaya hokum yang ada agar mempunyai keputusan hukum tetap.
Belum lagi dari sisi biaya
Para pihak masing-masing membutuhkan biaya-biaya diluar pengadilan yang
jumlahnya juga relative tidak sedikit, seperti biaya-biaya rapat, perjalanan
dinas, akomodasi dan biaya-biaya personal lainnya. Dan yang tidak kalah penting
Bagaimana dengan nasib proyek atau pekerjaan yang terbengkalai untuk waktu yang
tidak sebentar sebagai akibat dari kurangnya kepastian hukum karena para pihak
yang masih melakukan upaya – upaya hukum terkait? Jawabannya proyek tersebut
berpotensi Mangkrak.
NON LITIGASI
Penyelesaian sengketa melalui
jalur Non Litigasi atau sering juga disebut jalur alternative adalah
penyelesaian diluar Pengadilan atau tidak / menghindari jalur pengadilan.
Ada beberapa pilihan yang
dapat digunakan oleh Pejabat Penandatanganan Kontrak ketika memutuskan untuk
memanfaatkan jalur Non Litigasi ini, yaitu :
1. Mediasi;
2. Konsiliasi;
dan
3. Arbitrase.
1. Mediasi
Cara penyelesaian sengketa melalui proses musyawarah
/ perundingan para pihak yang dibantu oleh mediator dalam mencapai kesepakatan
para pihak.
Musyarawarah yang dilakukan oleh para pihak
yang bersengketa diatur dan dipimpin oleh seorang Mediator. Penunjukkan
mediator dilakukan dan disepakati oleh para pihak.
2. Konsiliasi
Upaya para pihak untuk menyelesaikan sengketa
dengan menggunakan penengah yang bertindak menjadi konsiliator dengan
kesepakatan para pihak dimana konsiliator mengusahakan solusi penyelesaian atas
sengketa yang dapat diterima para pihak.
3. Arbitrase
Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar
peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang
dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa (berdasarkan pasal 1
ayat (1) Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa).
Menurut
Buku Informasi Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang / Jasa Pemerintah (LKPP)
tentang “Menyelesaikan Permasalahan Kontrak Pengadaan Barang / Jasa”
Secara umum keunggulan arbitrase antara lain :
1. kerahasiaan permasalahan
yang disengketakan dan para pihak yang sengketa dapat dirahasiakan karrena
keptusan arbiter tidak harus dipublikasikan
2. kelambatan akibat sistem
administrasi dan prosedur dapat dihindari
3. biaya yang lebih murah
karena proses yang lebih cepat, meskipun di beeberapa negara penyelesaian
sengketa melalui litigasi bisa lebih cepat
4. para pihak memilih
arbiter yang menurut keyakinannya mempunyai pengetahuan, pengalaman serta latar
belakang yang cukup mengenai maalah yang disengketakan, jujur dan adil.
5. para pihak dapat
menentukan pilihan hukum untuk menyelesaikan masalahnya serta proses dan tempat
penyelenggaraan arbitrase dan
6. putusan arbitrase
merupakan putusan yang mengikat para pihak dan dengan melalui tata cara
(prosedur) sederhana saja ataupun langsung dapat dilaksanakan.
7. Fokus pada ketentuan-ketentuan yang
diperjanjikan para pihak dalam kontrak perjanjian.
Dan kelemahan dari Arbitrase adalah :
1. Arbitrase
belum dikenal secara luas, baik oleh masyarakat awam, maupun masyarakat bisnis,
bahkan oleh masyarakat akademis sendiri. Masih banyak masyarakat yang belum
mengetahui kiprah dari lembaga-lembaga seperti Badan Arbitrase Nasional
Indonesia (BANI), Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) dan Pusat
Penyelesaian Perselisihan Bisnis Indonesia (P3BI).
Putusan arbitrase sangat
tergantung pada kemampuan teknis arbiter untuk memberikan putusan yang
memuaskan kepada kedua belah pihak. Karena walaupun arbiter adalah seorang
ahli, namun belum tentu dapat memuaskan para pihak;
2. Biaya dianggap sangat mahal. Terdapat
beberapa komponen biaya yang harus dikeluarkan, sehingga terkadang jauh lebih
besar biaya dengan apa yang harus dikeluarkan bila perkara diajukan ke
pengadilan. Komponen biaya atrbitrase terdiri dari:
a. Biaya
administrasi
b. Honor
arbitrator
c. Biaya
transportasi dan akomodasi arbitrator
d. Biaya
saksi dan ahli.
Komponen biaya yang seperti itu, tidak ada dalam mediasi atau
minitrial. Jika pun ada biaya yang harus dikeluarkan, jauh lebih kecil. Apalagi
mediasi, boleh dikatakan tanpa biaya atau nominal cost..
3. Lembaga
Arbitrase dan ADR tidak mempunyai daya paksa atau kewenangan melakukan eksekusi
putusannya.
4. Tidak
terikat dengan putusan arbitrase sebelumnya, atau tidak mengenal legal
precedence. Oleh karenanya, bisa saja terjadi putusan arbitrase yang berlawanan
dan bertolak belakang. Bahkan putusan arbitrase bisa bertentangan dengan
ketentuan peraturan negara karena tidak tercantum dalam ketentuan yang
diperjanjikan dalam kontrak;
5. Kurangnya
kepatuhan para pihak terhadap hasil-hasil penyelesaian yang dicapai dalam
Arbitrase, sehingga mereka seringkali mengingkari dengan berbagai cara.
Pengakuan dan pelaksanaan atau eksekusi putusan arbitrase bergantung pada
pengakuan dan kepercayaan terhadap lembaga arbitrase itu sendiri;
6. Pemerintah belum secara otomatis mengakui
putusan arbitrase bila putusan arbitrase membebani anggaran pemerintah
Jalur Non Litigasi sangat
disarankan untuk digunakan dalam berkontrak karena sifatnya lebih murah dan
lebih cepat dibanding dengan Jalur Litigasi. Jalur Nono litigasi disini tentu
adalah Mediasi dan Konsiliasi.
Itulah (mungkin) salah satu
alasan bila dalam pasal 88 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa
Konstruksi “memerintahkan” Kontrak pekerjaan Konstruksi untuk mengunakan
jalur alternative atau Non Litigasi dalam penyelesaian sengketa Kontraknya
Apakah diperbolehkan bila
Pejabat Penanda Tanganan Kontrak “hanya” memilih jalur yang murah yaitu Mediasi
dan Konsiliasi dalam Kontraknya?
Bila menilik KUHPerdata yang
menyatakan bahwa Kontrak atau perjanjian adalah laksana Undang-undang bagi yang
para pihak yang berkontrak. Maka pemilihan jalur penyelesaian sengket merupakan
hak dan kesepakatan para pihak yang berkontrak.
Sudahkah Pejabat Penandatangan
Kontrak memilih jalur yang tepat untuk kontrak anda?